Peran Kepemimpinan Kompeten dalam Manajemen Keuangan Berdasarkan Syariat Islam

Leader_vs_manager_-_Cover_Image

Pemimpin adalah orang yang memiliki kharisma, keahlian dan memiliki pengaruh di lingkungan tempatnya berada, berbeda dengan pimpinan adalah orang yang ditunjuk secara formal untuk menjadi atasan, atau orang yang lebih tinggi pangkatnya dari orang yang berada di sekitarnya. Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam adalah seorang tokoh pemimpin yang asli yang kepemimpinannya tidak berdasarkan hawa nafsunya. Semua tatanan agama dan kenegaraan atau urusan politik disusun berdasarkan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana Allah menegaskan dalam QS. An-Najm  ayat 3-4, yaitu:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوْحَى .

Artinya: “Dan tidaklah diucapkannya itu (Al-Qur`an) menurut keinginannya. Tidak lain

(Al-Qur`an) itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”

Rasulullah telah mengajarkan kepada para sahabatnya terutama kepada para calon pemimpin negara cara mengelola negara sesuai syariat Islam. Substansi kepemimpinan dalam perspektif Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar “ahli”, berkualitas dan memiliki tanggung jawab yang jelas dan benar serta adil, jujur dan bermoral baik.

Pemimpin haruslah orang yang berilmu, tetapi fenomenanya belum tentu semua pemimpin ahli dalam seluruh bidang. Seorang pemimpin wajib memiliki kompetensi setidaknya dalam satu bidang. Kompetensi yang dimiliki oleh seorang pemimpin haruslah suatu kompetensi yang urgen atau vital untuk dimiliki. Salah satu kompetensi yang urgen adalah manajemen keuangan. Hal ini tercermin dalam sosok pemimpin besar Islam Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu, sebagaimana tercatat dalam kitab al-Ma’rifah wa al-Tarikh Ibnu Sufyan,

عَنْ مُوسَى بْنِ عَلِيٍّ ، عَن أَبِيْهِ ، أَنَّ أَمِيْرَ الْمُؤمِنِيْنَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِ ، خَطَبَ النَّاسَ بِالْجَابِيَةِ ، فَقَالَ : مَنْ أَرَادَ أَن يَسْأَلَ عَنِ الْقُرْآنِ فَلْيَأْتِ أَبَيَّ بْنَ كَعْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، وَ مَنْ أَرَادَ أَن يَسْأَلَ عَنِ الْفَرَائِضِ فَلْيَأَتِ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، وَ مَنْ أَرَادَ أَن يَسْأَلَ عَنِ الْفِقْهِ فَلْيَأَتِ مُعاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، وَ مَنْ أَرَادَ أَن يَسْأَلَ عَنِ الْمَالِ فَلْيَأْتِنِيْ ، فَإِنَّ اللهَ جَعَلَنِيْ خَازِنًا وَ قَاسِمًا ، وَإِنِّيْ بَادِئٌ بِأَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ مُعْطِيْهِنَّ ثُمَّ الْمُهَـــاجِرِيْنَ الْأَوَّلِـــيْنَ ، أَنَا وَ أَصْحَابِيْ أَخْرَجْنَا مِنْ مَكَّةَ مِنْ دِيَارِنَا وَ أَمْوَالِــنَا ، ثُمَّ الْأَنْصَارِ الَّذِيْنَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَ الْإِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ .

ثُمَّ قَالَ : فَمَــنْ أَسْــرَعَ مِنَ الْهِجْرَةِ أُسْـرِعَ بِهِ إِلَى الْعِطَاءِ وَ مَنْ أَبْطَأَ عَنِ الْهِجْرَةِ أُبْطِئَ بِهِ الْــعِطَاءُ ، وَلَا يَلُوْمُ رَجُلٌ إِلَّا مُنَاخَ رَاحِلَتِهِ .

Artinya: “Diriwayatkan dari Musa bin Ali, dari Ayahnya, bahwa amirul mu`minin Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu berkhotbah kepada rakyatnya di al-Jabiyah, beliau berkata; Barang siapa ingin bertanya tentang al-Qur`an maka datanglah kepada Ubai bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, barang siapa yang ingin bertanya tentang faraidh maka datanglah kepada Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, barang siapa ingin bertanya tentang fikih maka datanglah kepada mu’adz bin jabal radhiyallahu ‘anhu, dan barang siapa ingin bertanya soal harta maka datanglah kepadaku. Sesungguhnya Allah menjadikanku sebagai penjaga harta dan yang berhak membagi-bagikannya. Akulah orangnya yang mengurus istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, memberi nafkahnya dan juga orang-orang muhajirin awal. Aku dan para sahabatku keluar meninggalkan mekah, dari rumah dan harta kami, kemudian orang-orang anshar datang menyediakan rumah dan tempat tinggal bagi kami serta menyatakan keimanannya.”

Kemudian beliau berkata, “Barang siapa yang lebih dahulu hijrah maka akan aku dahulukan pula dalam hal pembagian harta. Barang siapa yang berlambat-lambat dalam hijrah aku akan memperlambat pula bagiannya. Seseorang tidak layak menghina siapapun kecuali nilai perjalanannya sendiri.”

Manajemen merupakan seni menyelesaikan pekerjaan dengan bantuan usaha orang lain. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal. Oleh karena itu, seseorang yang kompeten dalam manajemen keuangan harus bertindak efektif dan efisien serta melalui proses-proses pengelolaan keuangan.

Sedangkan definisi manajemen keuangan adalah perkara vital dalam sebuah lembaga, organisasi hingga negara. Pemimpin yang cakap dalam mengurus manajemen keuangan merupakan ketepatan sasaran dan mampu melahirkan efek positif bagi yang dipimpinnya. Hal ini juga terstori dalam Al-Quran tentang kesuksesan Yusuf bin Ya’kub ‘alaihimassalam dalam mengelola perekonomian negara. Sebagaimana pengakuannya yang tertulis dalam QS. Yusuf, ayat 55 yaitu :

قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ ‘ إِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ .

Artinya: “Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku pengelola perbendaharaan negeri (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (amanah) dan sangat berpengetahuan.”

Seorang pemimpin yang mengaku ahli dalam segala bidang tentu tahu bagaimana mengelola dalam segala unsur dan segi keuangan, hal ini merupakan perkara wajib agar mencapai tujuan perusahaan, lembaga, yayasan bahkan hingga negara. Menurut Coe persoalan manajemen keuangan publik ke dalam beberapa tema pokok yang secara ringkas dibagi menjadi empat bagian, yaitu accounting, budgeting, controlling dan auditing. Keempat tema ini kemudian dikenal sebagai pilar manajemen keuangan dan harus jelas tercatat dalam sebuah laporan dengan terperinci dan terbukti fisiknya agar tidak ada manipulasi keuangan.

Berdasarkan pemamparan di atas dapat disimpulkan bahwa 1) Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam adalah seorang tokoh pemimpin yang asli yang kepemimpinannya tidak berdasarkan hawa nafsunya. Semua tatanan agama dan kenegaraan atau urusan politik disusun berdasarkan wahyu dari Allah, 2) Manajemen yang baik harus melalui sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif sesuai perencanaan dan efisien dalam pengorganisasian, rapat dan jadwal yang ditetapkan, 3) Kompetensi yang dimiliki oleh seorang pemimpin haruslah suatu kompetensi yang urgen atau vital untuk dimiliki seperti manajemen keuangan, 4) Manajemen keuangan publik memiliki tema pokok yang secara ringkas dibagi menjadi empat bagian, yaitu accounting (proses pengolahan catatan keuangan untuk membuat laporan keuangan), budgeting (pengkeuangan), controlling (pengawasan) dan auditing (evaluasi catatan dan laporan keuangan yang telah dibuat), 5) Pengakuan seseorang dengan kompetensi yang dimilikinya harus terbukti serta berasaskan keilmuan dan mampu menjaga amanah, dan 6) Dampak positif akan terasa bila pemimpin memanajemen keuangan dengan baik dan amanah, demikian sebaliknya, dampak negatif akan terasa bila pemimpin tidak amanah dalam memanajemen keuangan.

Sumber:

C. K. Coe, Public Financial Management, (New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs, 1989)

Dr. H. Abd. Halim, M.A., Pidato Para Khalifah, (kerjasama, Surabaya: Nusantara Press, Yogyakarta: INDeS, 2015), cet.ke-2.

Frans Fradinen, https://umsb.ac.id/berita/index/166-siapakah-anda-pemimpin-atau-pimpinan., UMSumBar, 12 Juli 2023

https://islamiccenter.upi.edu/kepemimpinan-dalam-islam

R. W. Griffin, Business, 8th Edition, (NJ: Prentice Hall, 2006)

Penulis         : Abdulloh Hafidz Syihabubin, S.Pd

Editor          : Sahmadi, S.Sos

Penyunting           : Dina Fanny Firila, M.Pd

One response to “Peran Kepemimpinan Kompeten dalam Manajemen Keuangan Berdasarkan Syariat Islam”

  1. ام٠ابراهم Avatar
    ام٠ابراهم

    Baarokalloh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *